Langsung ke konten utama

Mayor of Surakarta City Government FX.Hadi Rudyatmo know or have not understood the issue of dispute in Kentingan Baru?

Written by: Dr.KPH.Adip.Hadiwidjojo, SH, MH

 see also :
http://www.jatengpos.com/2018/03/pemkot-solo-ogah-beri-solusi-hunian-57-keluarga-tergusur-di-kentingan-baru-905582


Jatengpos.com, SOLO — Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo memastikan tidak akan menyediakan solusi pemindahan ke rumah susun sewa sederhana (rusunawa) terkait rencana penggusuran penghuni lahan di Kentingan Baru, Jebres. Perkara Kentingan Baru dinilai merupakan konflik antarpribadi.
“Bangunan rumah warga berdiri di tanah hak milik [HM] perseorangan, bukan tanah negara [TN] bebas atau hak pakai [HP] Pemkot,” ungkap Wali Kota yang akrab disapa Rudy ketika berbincang dengan wartawan di Balai Kota, Jumat (23/3/2018).



From the mayor's statement it is clear that the mayor does not understand the problem of the dispute in Kentingan Baru, concerning the existence of a binding legal ruling issued by the Surakarta State Court (PN Surakarta) on Decision No: 04 /Pdt.G/2010/PN.Ska, sentenced the Plaintiff to less parties alias N.O, and when appeal to the High Court of Semarang Decision No: 387 /PDt/2010/PT.SMG , the plaintiff lost as well, namely PT Semarang gave voniss  that receives all claims Defendant (Kentingan Baru people), stating Plaintiff can not be accepted, and expressed the District Court (General Court) is not authorized to investigate and prosecute the case a quo, and regarding the cancellation of the certificate can be done at the State Administrative Court (PTUN), meaning that Kentingan Baru people win in any court.

 Below is the statement of the mayor and his arrogance action: (let's be listened to) :


Pemkot tidak memiliki kepentingan apa pun di dalam sengketa yang sudah memiliki keputusan tersebut. Termasuk, nasib 57 keluarga yang menempati lahan di Kentingan Baru, Pemkot tak memiliki kewenangan memutuskannya. Apalagi diketahui seluruh penghuni lahan tersebut bukan merupakan warga Kota Solo.
“Keterlibatan Satpol PP sebatas pendataan. Soal eksekusi bukan ranah Pemkot,” kata dia.
Rudy meminta petugas Satpol PP dalam melakukan proses pendataan tanpa adanya kekerasan. Rudy juga berharap proses eksekusi harus dilakukan dengan rasa kemanusiaan sesuai dengan budaya masyarakat Solo.
Seperti halnya uang ganti rugi atau ongkos bongkar yang tentunya diberikan pemilik lahan kepada penghuni. “Pemkot enggak kasih, kan itu tanah pribadi. Bukan lahan pemerintah,” katanya.
Terkait nasib warga Kentingan Baru setelah eksekusi, Wali Kota enggan memberikan solusi. Menurutnya, puluhan keluarga di lokasi tersebut datang tanpa izin dan menyerobot lahan pribadi.
Secara data kependudukan juga masih disangsikan apakah warga tersebut memiliki KTP Solo atau tidak. Rudy bahkan tidak akan memberikan opsi pemindahan warga ke rusunawa.
“Kalau mereka warga asli Solo dan tidak benar-benar tidak punya rumah silakan mengajukan jadi penghuni rusunawa. Tapi saya rasa mereka bukan warga Solo,” katanya.
Sengketa lahan di Ketingan Baru, Jebres, hingga kini masih berlangsung. Sengketa yang terjadi sejak puluhan tahun silam kembali memanas karena belum juga adanya penyelesaian.
Kabid Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP, Agus Sis Wuryanto, mengatakan dari data yang dimiliki Satpol PP jika lahan di Kentingan Baru tersebut dimiliki sejumlah orang. Setidaknya ada 37 sertifikat untuk tanah dengan luas mencapai lebih kurang 1 hektare tersebut.
Namun, Agus enggan memerinci lebih lanjut siapa saja pemilik lahan tersebut. “Salah satu dari pemilik lahan sudah melaporkan kepada Pemkot terkait penyerobotan tanah resmi,” katanya.
Agus memastikan nantinya warga tidak hanya asal digusur. Pemilik lahan sudah siap memberikan kompensasi berupa sejumlah uang kepada warga yang selama ini menempati lahan tersebut.
Kisaran uang kompensasi ditawarkan Rp20 juta untuk setiap kepala keluarga. Jumlah penghuni lahan di Kentingan Baru tercatat ada sebanyak 57 keluarga.
Sebagaimana diberitakan, puluhan petugas Satpol PP Solo mendatangi warga di Kentingan Baru, Jebres, Kamis (22/3/2018). Kedatangan mereka untuk mendata sekaligus memberikan undangan sosialisasi yang dijadwalkan Senin (26/3/2018).

From the statement of the mayor as above it is clear that the mayor violated the Criminal Code, namely in terms of execution occurs when the court's decision won by the plaintiff Sri Suryani et al, and in fact the plaintiff lost in court, anywhere, and in terms of execution may only be made by the court and assisted by the Police, and not the Civil Service Police Unit (Satpol PP). Because for the execution is not the authority Satpol PP. Besides, it is not individual land (the plaintiffs), but the state land (TN) which originally belonged to Heer Koesen's Eigendom.
And for the data collection is not yet necessary because the City Government has not given permanent status to the citizens of Magersari in Kentingan Baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Relatie Heer Koesen of Colonel BKPH.Poerbodiningrat met de Oorsprong van Kampong Djebres naam die later in Desa Djebres veranderd in 1882 (Kaitannya Heer Koesen atau Kolonel BKPH.Poerbodiningrat dengan Asal Usul Nama Kampong Djebres yang nantinya berubah menjadi Desa Djebres pada tahun 1882)

Geschiedenis Kademangan Djebres, vóór 1825 , tot Heer Koesen eigenaar van Desa Djebres  jaar 1882 .  Er is een koninkrijk van het Pajang Sultanaat dat Koninkrijk is op Java als continuïteit van het Demak koninkrijk van Bintoro, een kort verhaal van het Sultanaat van Pajang op een dag vond er een opvolgingsgebeurtenis van Pajang's troon plaats tussen Pangeran Benawa of ook Pangeran Praboewidjojo die Ndalem Kepangeranan in Kampong Sala hebben (nu is de naam veranderd in Kademangan Djebres, Kampong Djebres en vervolgens Desa Djebres , dat zich in de buurt van de Campus UNS tot het subdistrict Jebres bevindt). Laweyan genoemd). En opvolging gewonnen door Ngabehi Loring Market of vaak Panembahan Senapati R, Danang Sutowidjojo. Er wordt gezegd dat in Kampong Sala of Kademangan Sala dit de plaats is van zijn basiskamp Soldiers Telik Sandi (intelligence .red) Pajang Sultanate tot de era Mataram Islam Kuta Gede vervolgens Mataram in Karta veranderde, daarna veranderde in

Het geschil van de agrarische wetgeving in Indonesië dat van invloed is op de zaak van het landgeschil Gevallen die hebben plaatsgevonden tussen de regering en de kleine mensen (zoals de rechtszaak over landgeschillen in Kentingan Baru, Surakarta)

Landrechtelijk beleid in Indonesië van tijd tot tijd   Geschreven door: Dr.KPH.Adip.Praboewidjojo, SH, MH   1. Agrarisch beleid • Agrarisch beleid in Indonesië kan niet los worden gezien van de geschiedenis van de Indonesische natie. Daarom wordt bij de presentatie van het agrarisch beleid gebruik gemaakt van een chronologische benadering met opsporing uit de Nederlandse koloniale periode in Indonesië. Om begrip mogelijk te maken, wordt de blootstelling verdeeld volgens de periode na de politieke veranderingen die plaatsvinden in de geschiedenis van onze natie, aangezien beleid een politiek product is.   2. Koloniale periode • In de dagen van de Nederlandse koloniale overheid werd het agrarische beleid geïntroduceerd dat bekend staat als Agrarische Wet 1870 in Nederlands-Indië. De landbouwwet van 1870 opende toen de deur voor de toetreding van groot buitenlands privaat kapitaal, met name Nederland tot Indonesië, en een groot aantal grote landgoederen in Java en Sumatera wer

BPN Gevraagd om land te meten voor het afwikkelingsproces voor langdurig ingezetenen in Kentingan Baru (BPN Diminta Ukur Lahan untuk Proses Pensertifikatan warga yang sudah lama menetap di Kentingan Baru)

pemberitaan ini salah, jangan dibaca : https://www.jawapos.com/read/2018/04/13/204101/bpn-diminta-ukur-ulang-lahan-di-kentingan-baru Penghuni lahan di Kentingan Baru akan dibantu proses pensertifikatan lahan. (Ari Purnomo/JawaPos.com) JawaPos.com - Rencana penertiban menuju proses pendaftaran tanah dan pensertifikatan atas nama warga yang sudah lama menempati  di lahan Ketingan Baru, Jebres, Solo, Jawa Tengah (Jateng), terus berlanjut. Minggu depan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Solo akan mendukung warga untuk pensertifikatan atas nama warga  terkait guna membahas permasalahan ini. Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga diminta untuk mendukung warga yang memproses pendaftaran tanah menuju pensertifikatan atas nama warga yang sudah lama menetap di lahan yang sekarang masih disengketakan oleh yang katanya pemilik sertifikat. "Nanti kami akan meminta BPN melakukan pengukuran lahan sesuai dengan permintaan warga . Karena semua data warga itu ada di