Langsung ke konten utama

Ketidakjelasan Penjelasan dari BPN Surakarta mengenai Kasus Sengketa Tanah Kentingan Baru

Soal Status Tanah Kentingan Baru, Begini Penjelasan BPN Solo

 

 BPN Solo memastikan tanah Kentingan Baru, Jebres, bukan tanah telantar.

 baca juga : http://soloraya.solopos.com/read/20180329/489/907088/soal-status-tanah-kentingan-baru-begini-penjelasan-bpn-solo


Solopos.com, SOLO -- Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Solo, Joko Setyadi, memberikan penjelasan tentang status tanah Kentingan Baru, Jebres, yang tengah disengketakan antara warga yang menempati dan pemilik tanaha.
Joko menyatakan tanah di area Kentingan Baru yang banyak ditempati bangunan liar bukanlah tanah terlantar. Berdasarkan aturan atau regulasi pertanahan, tanah telantar merupakan tanah yang tidak dipergunakan secara semestinya oleh perseroan terbatas (PT) berbadan hukum.
“Apabila hak pemanfaatan [PT berbadan hukum] tidak sesuai sifat, tujuan, dan kegunaan itulah yang dinamakan tanah telantar, misal untuk hak guna usaha,” ucap Joko saat ditemui wartawan di kantornya, Rabu (28/3/2018).
Menurut Joko, tanah di Kentingan Baru sudah diberikan kepada pemegang sertifikat sesuai fungsinya. Hanya saat itu karena pemilik sertifikat tidak menguasai objek secara fisik akhirnya dimanfaatkan orang lain (okupusan) yang masuk ke situ.
Baca juga:

Joko menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan terlambatnya penguasaan fisik oleh pemegang hak tanah. “Bisa jadi karena pemilik belum memiliki dana untuk mengelola tanahnya,” kata Joko.Joko hanya menilai penguasaan okupusan atas tanah Kentingan Baru sebagai konsekuensi keterlambatan pengelolaan itu. Mediasi pernah dilakukan BPN pada 2010 terhadap okupusan di wilayah Kentingan Baru. Mediasi tersebut menghasilkan kesepakatan relokasi bagi okupusan.
“Dulu gantinya tanah 50 m2, listrik 900 watt untuk enam kapling, dan fasilitas PDAM,” ucap Joko.
Mediasi tersebut tidak tuntas karena ada sebagian orang yang tidak mau pindah. Atas dasar pemberian hak dan timbulnya okupasi, kewenangan BPN hanya sebatas memediasi.
Dulu seorang pemilik tanah di wilayah Kentingan Baru pernah melaporkan pelanggaran kepada Polresta Surakarta berdasarkan Pasal 167 KUH Perdata karena menempati tanah tanpa izin yang berhak. Dalam proses penyelidikan BPN pernah dimintai keterangan sebagai saksi namun tidak ditingkatkan ke proses selanjutnya karena termasuk pelanggaran perda yakni Perda No. 8/2016 tentang Bangunan Gedung.
Akhirnya kasus itu ditangani Pemkot dan Satpol PP Solo. Ditanya soal sertifikat Hak Guna Bangunan yang sudah kedaluwarsa. Joko menyatakan sertifikat memang tidak bisa diperpanjang selama tanah yang ditempati masih dalam status sengketa.
BPN, ujar Joko, juga tidak berwenang memberikan peringatan soal pemanfaatan tanah kepada pemilik sertifikat. Sertifikat tidak dapat diperbarui atas nama okupusan karena mereka menempati tanah dengan etika tidak baik.
“Soal pemanfaatan itu masuk dalam ranah hak privat mereka, dulu kan belum ada okupusan,” terang Joko. Sampai saat ini pemilik tanah belum melakukan upaya hukum keperdataan.

PERNYATAAN BPN DISINI SANGATLAH JELAS BAHWA BPN MEMBERIKAN PENJELASAN YANG MENGAMBANG, DAN BPN KURANG MENGUASAI MATERI TERBUKTI ADANYA PENJELASAN BPN YANG DEMIKIAN : “Soal pemanfaatan itu masuk dalam ranah hak privat mereka, dulu kan belum ada okupusan,” terang Joko. Sampai saat ini pemilik tanah belum melakukan upaya hukum keperdataan." 
ARTINYA BPN TIDAK MEMPELAJARI DAHULU PUTUSAN PENGADILAN NEGERI (PN) SURAKARTA DAN PENGADILAN TINGGI (PT) SEMARANG YANG MENGALAHKAN PIHAK PENGGUGAT/YANG MENGAKU MEMPUNYAI SERTIFIKAT TANAH !!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Relatie Heer Koesen of Colonel BKPH.Poerbodiningrat met de Oorsprong van Kampong Djebres naam die later in Desa Djebres veranderd in 1882 (Kaitannya Heer Koesen atau Kolonel BKPH.Poerbodiningrat dengan Asal Usul Nama Kampong Djebres yang nantinya berubah menjadi Desa Djebres pada tahun 1882)

Geschiedenis Kademangan Djebres, vóór 1825 , tot Heer Koesen eigenaar van Desa Djebres  jaar 1882 .  Er is een koninkrijk van het Pajang Sultanaat dat Koninkrijk is op Java als continuïteit van het Demak koninkrijk van Bintoro, een kort verhaal van het Sultanaat van Pajang op een dag vond er een opvolgingsgebeurtenis van Pajang's troon plaats tussen Pangeran Benawa of ook Pangeran Praboewidjojo die Ndalem Kepangeranan in Kampong Sala hebben (nu is de naam veranderd in Kademangan Djebres, Kampong Djebres en vervolgens Desa Djebres , dat zich in de buurt van de Campus UNS tot het subdistrict Jebres bevindt). Laweyan genoemd). En opvolging gewonnen door Ngabehi Loring Market of vaak Panembahan Senapati R, Danang Sutowidjojo. Er wordt gezegd dat in Kampong Sala of Kademangan Sala dit de plaats is van zijn basiskamp Soldiers Telik Sandi (intelligence .red) Pajang Sultanate tot de era Mataram Islam Kuta Gede vervolgens Mataram in Karta veranderde, daarna veranderde in

Het geschil van de agrarische wetgeving in Indonesië dat van invloed is op de zaak van het landgeschil Gevallen die hebben plaatsgevonden tussen de regering en de kleine mensen (zoals de rechtszaak over landgeschillen in Kentingan Baru, Surakarta)

Landrechtelijk beleid in Indonesië van tijd tot tijd   Geschreven door: Dr.KPH.Adip.Praboewidjojo, SH, MH   1. Agrarisch beleid • Agrarisch beleid in Indonesië kan niet los worden gezien van de geschiedenis van de Indonesische natie. Daarom wordt bij de presentatie van het agrarisch beleid gebruik gemaakt van een chronologische benadering met opsporing uit de Nederlandse koloniale periode in Indonesië. Om begrip mogelijk te maken, wordt de blootstelling verdeeld volgens de periode na de politieke veranderingen die plaatsvinden in de geschiedenis van onze natie, aangezien beleid een politiek product is.   2. Koloniale periode • In de dagen van de Nederlandse koloniale overheid werd het agrarische beleid geïntroduceerd dat bekend staat als Agrarische Wet 1870 in Nederlands-Indië. De landbouwwet van 1870 opende toen de deur voor de toetreding van groot buitenlands privaat kapitaal, met name Nederland tot Indonesië, en een groot aantal grote landgoederen in Java en Sumatera wer

BPN Gevraagd om land te meten voor het afwikkelingsproces voor langdurig ingezetenen in Kentingan Baru (BPN Diminta Ukur Lahan untuk Proses Pensertifikatan warga yang sudah lama menetap di Kentingan Baru)

pemberitaan ini salah, jangan dibaca : https://www.jawapos.com/read/2018/04/13/204101/bpn-diminta-ukur-ulang-lahan-di-kentingan-baru Penghuni lahan di Kentingan Baru akan dibantu proses pensertifikatan lahan. (Ari Purnomo/JawaPos.com) JawaPos.com - Rencana penertiban menuju proses pendaftaran tanah dan pensertifikatan atas nama warga yang sudah lama menempati  di lahan Ketingan Baru, Jebres, Solo, Jawa Tengah (Jateng), terus berlanjut. Minggu depan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Solo akan mendukung warga untuk pensertifikatan atas nama warga  terkait guna membahas permasalahan ini. Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga diminta untuk mendukung warga yang memproses pendaftaran tanah menuju pensertifikatan atas nama warga yang sudah lama menetap di lahan yang sekarang masih disengketakan oleh yang katanya pemilik sertifikat. "Nanti kami akan meminta BPN melakukan pengukuran lahan sesuai dengan permintaan warga . Karena semua data warga itu ada di