Langsung ke konten utama

Warga Kentingan Baru Geruduk Kantor Satpol PP, Ada Apa?

 baca juga di : http://www.timlo.net/baca/68719762993/warga-kenthingan-baru-gerudug-kantor-satpol-pp-ada-apa/

Solo — Sejumlah warga Kentingan Baru mendatangi kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada Selasa (17/4) siang. Kedatangan mereka bermaksud hendak mempertanyakan posisi dari Satpol PP dalam konflik yang melibatkan antara warga yang tinggal di Kentingan Baru dan pihak yang mengklaim dirinya sebagai pemilik lahan.
“Ini audiensi dari beberapa peristiwa atas undangan Satpol PP beberapa waktu lalu, yakni sempat terjadi sosialisasi dari Satpol PP terhadap kedudukan warga yang menduduki tanah di Kentingan Baru,” ungkap kuasa hukum dari Warga Kentingan Baru, Nur Wahid Satria.
Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta ini mengatakan, dalam pertemuan tersebut muncul kesepakatan bahwa permasalahan sengketa lahan ini merupakan permasalahan privat antara warga Kentingan Baru dengan pihak yang mengklaim dirinya sebagai pemilik tanah. Sehingga Satpol PP tidak bisa masuk kedalam ranah tersebut. Namun sebagai solusi kehadiran Satpol PP adalah sebagai penengah antara dua belah pihak yang berkonflik.
“Nah tetapi sebelum-sebelumnya pertemuan tidak pernah menjelaskan kepada warga bahwa Satpol PP akan menjadi penengah permasalahan. Sehingga warga menjadi takut dan merasa terintimidasi,” ucap dia.
Ketakutan warga ini berdasarkan pada hasil pertemuan sebelumnya. Dipertemuan sebelumnya, kata Nur Wahid, Satpol PP lebih mempertegas permasalahan sejumlah Perda yang dilanggar oleh warga.
“Namun hari ini telah kita sepakati bahwa Satpol PP akan berdiri ditengah untuk memfasilitasi kita duduk bersama dan mencari penyelesaian sengketa lahan ini,” kata dia.
Dalam pertemuan tersebut, pihaknya juga meminta setiap pergerakan yang dilakukan Satpol PP, untuk menghubungi kuasa hukum dari warga Kentingan Baru.
Polemik atas tanah Kentingan baru ini mencuat ke permukaan setelah beberapa waktu yang lalu ada beberapa orang yang mengklaim sebagai pemilik tanah di Kentingan Baru. Padahal menurut warga, mereka menempati tanah tersebut sejak tahun 1997.
“Kronologinya adalah begini, tanah itu merupakan sisa pembangunan dari kampus UNS, tanah untuk pembangunan tersebut didapatkan dengan cara pembebasan lahan. Karena ada sisa tanah, warga kemudian menempati lahan tersebut. Logikanya adalah tanah yang dibebaskan akan dikonfersikan menjadi tanah negara, nah tanah negara yang tidak dipergunakan kemudian dirawat dan digunakan oleh warga, hingga saat ini,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kota Surakarta Honda Hendarto tidak ingin mengetahui persoalan tanah privat
yang sedang diributkan di Kentingan Baru. Selain bukan persoalan anggota dewan juga tidak ada
hubungannya dengan pemerintah kota maupun pemilik lahan.
“Dewan dan pemerintah kota Solo tidak ingin terlibat di dalam perebutan tanah di Kentingan Baru,
depan Rusunawa (Rumah Susun Sewa Sederhana), Jurug. Itu urusan personal. Bukan perkara
pemerintah,” katanya, “kalau ada petugas Satpol PP dan Polisi, itu urusan mereka. Mungkin untuk
menjaga keamanan.”
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Het geschil van de agrarische wetgeving in Indonesië dat van invloed is op de zaak van het landgeschil Gevallen die hebben plaatsgevonden tussen de regering en de kleine mensen (zoals de rechtszaak over landgeschillen in Kentingan Baru, Surakarta)

Landrechtelijk beleid in Indonesië van tijd tot tijd   Geschreven door: Dr.KPH.Adip.Praboewidjojo, SH, MH   1. Agrarisch beleid • Agrarisch beleid in Indonesië kan niet los worden gezien van de geschiedenis van de Indonesische natie. Daarom wordt bij de presentatie van het agrarisch beleid gebruik gemaakt van een chronologische benadering met opsporing uit de Nederlandse koloniale periode in Indonesië. Om begrip mogelijk te maken, wordt de blootstelling verdeeld volgens de periode na de politieke veranderingen die plaatsvinden in de geschiedenis van onze natie, aangezien beleid een politiek product is.   2. Koloniale periode • In de dagen van de Nederlandse koloniale overheid werd het agrarische beleid geïntroduceerd dat bekend staat als Agrarische Wet 1870 in Nederlands-Indië. De landbouwwet van 1870 opende toen de deur voor de toetreding van groot buitenlands privaat kapitaal, met name Nederland tot Indonesië, en een groot aantal grote landgoederen in Java en Sumatera wer

Relatie Heer Koesen of Colonel BKPH.Poerbodiningrat met de Oorsprong van Kampong Djebres naam die later in Desa Djebres veranderd in 1882 (Kaitannya Heer Koesen atau Kolonel BKPH.Poerbodiningrat dengan Asal Usul Nama Kampong Djebres yang nantinya berubah menjadi Desa Djebres pada tahun 1882)

Geschiedenis Kademangan Djebres, vóór 1825 , tot Heer Koesen eigenaar van Desa Djebres  jaar 1882 .  Er is een koninkrijk van het Pajang Sultanaat dat Koninkrijk is op Java als continuïteit van het Demak koninkrijk van Bintoro, een kort verhaal van het Sultanaat van Pajang op een dag vond er een opvolgingsgebeurtenis van Pajang's troon plaats tussen Pangeran Benawa of ook Pangeran Praboewidjojo die Ndalem Kepangeranan in Kampong Sala hebben (nu is de naam veranderd in Kademangan Djebres, Kampong Djebres en vervolgens Desa Djebres , dat zich in de buurt van de Campus UNS tot het subdistrict Jebres bevindt). Laweyan genoemd). En opvolging gewonnen door Ngabehi Loring Market of vaak Panembahan Senapati R, Danang Sutowidjojo. Er wordt gezegd dat in Kampong Sala of Kademangan Sala dit de plaats is van zijn basiskamp Soldiers Telik Sandi (intelligence .red) Pajang Sultanate tot de era Mataram Islam Kuta Gede vervolgens Mataram in Karta veranderde, daarna veranderde in

Kajian Pakar Bapak Dr. Musni Umar : Kemiskinan dan Politik (Bagian ke 6) Menuju Tanah untuk Kaum Dhuafa

Dr. Musni Umar: Kemiskinan dan Politik (Bagian ke 6) 19 Maret 2011 oleh musniumar Dr. Musni Umar, Cell.: +6281310710153, E-mail: musni2005@ yahoo.com baca juga di :https://musniumar.wordpress.com/2011/03/19/dr-musni-umar-kemiskinan-dan-politik-bagian-ke-6/https://musniumar.wordpress.com/2011/03/19/dr-musni-umar-kemiskinan-dan-politik-bagian-ke-6/ Kemiskinan yang dialami sebagian besar masyarakat Indonesia dan masyarakat Solo pada khususnya, bukanlah takdir (nasib). Ia dapat dihilangkan atau diberantas. Masalahnya, sistem ekonomi kapitalis – liberal yang dijalankan, di mana ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar bebas, kekayaan alam Indonesia hampir seluruhnya dikuasai asing dan segelintir orang Indonesia, serta terjerat utang dalam jumlah yang sangat besar, telah menempatkan pemerintah pada posisi tidak berdaya. Bukti ketidak-berdayaan pemerintah ialah gagal meredam kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok (sembako). Akibatnya, harga